Kamis, 30 April 2009

Kisruh DPT Pemilu 2009; Siapa Yang Mengambil Untung ?

By;
King Faisal Sulaiman

Direktur LBH Malut

Menurut data resmi KPU, jumlah pemilih tetap pada pemilu kali ini sebanyak 171.068.667 orang, masing- masing 169.558.775 pemilih di dalam negeri dan 1.509.892 pemilih di luar negeri. Pendataan Penduduk dan Pemilih Potensial (DP4) yang menjadi data awal bagi KPU/KPUD dalam menetapkan Daftar Pemilih Tetap kini kian dipertanyakan keakuratannya lantaran DPT diberbagai daerah di Indonesia terlebih di Jawa Timur justru hingga kini masih menjadi polemik nasional yang belum mampu dituntaskan oleh KPU sebagai pemilik hajatan Pemilu 2009. Problem Daftar Pemilih Tetap atau DPT saat ini merupakan crucial point dari upaya untuk mewujudkan pelaksanaan pemilu yang Luber dan Jurdil, Bagi saya, kekisruhan DPT saat ini merupakan buntut amburadulnya sistem kependudukan dan catatan sipil di Indonesia yang berada dalam kendali Mendagri. Seharusnya KPU yang melakukan pemuktahiran data DPT dengan melibatkan tim asistensi yang berasal dari tenaga ahli yang berkompetensi soal pemuktahiran dan validasi data DPT tersebut. Masalah DPT ini, bukan hanya di Jatim, di Kepulauan Riau misalnya terdapat satu Kepala Keluarga mengaku alamat rumahnya digunakan oleh lebih dari 50 calon pemilih. Padahal penghuni rumahnya hanya lima orang. Persoalan hampir serupa juga keluhkan oleh KPUD-KPUD Provinsi/Kabupaten/Kota yang terjadi hampir merata dari Sabang sampai Merauke terlebih di Maluku Utara.
Kekisruhan DPT di Maluku Utara sebagaimana temuan yang dilansir beberapa waktu yang lalu oleh Panwas Propinsi Malut maupun Kota Ternate boleh jadi menjadi kenyataan pada hari pencontrengan besok. Jika diasumsikan, masalah DPT ini, diibartkan sebuah pesta pernikahan di Bastiong atau di Tidore, mungkin tetap bisa berlangsung meriah karena dihadiri banyak tamu. Tapi begitu pesta usai, banyak orang kecewa atau bahkan marah, lantaran tidak kebagian makanan. Penyebabnya bisa lantaran ada banyak tamu tak diundang yang mendadak hadir pada hari “H”. Atau bisa juga mereka yang seharusnya diundang justru tidak mendapat undangan tapi tetap dianggap menghadiri pesta itu. Saya yakin, ilustrasi sederhana ini bisa terjadi pada Pemilu 9 April 2009 besok tidak segera diantisipasi dengan baik.



Rawan Gugatan Pasca Pemilu
Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) diharapkan segera merespon dugaan terjadinya manipulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT), karena jika tidak ada kepastian perbaikan DPT, hasil pemilu berpotensi menimbulkan gugatan dari partai politik (Parpol) peserta Pemilu 2009 terhadap penetapan hasil Pemilu oleh KPU. Artinya bilamana tidak ada respon positif dari KPU untuk melakukan verifikasi terhadap DPT, tentu akan berakibat banyak parpol yang tidak mengakui legitimasi hasil Pemilu 2009. Oleh karenai itu, agar KPU dapat dipercaya kembali oleh parpol untuk melaksanakan pemilu secara transparan dan akuntabel, KPU harus bertindak tegas untuk melakukan proses hukum terhadap para pelaku yang terbukti melakkan penggelembungan daftar DPT atau memanipulasi daftar DPT-penggandaan fiktif tersebut. Kasus penggelembungan daftar DPT ini, dilihat dari perspektif UU No.10/2008 tentang Pemilu masuk dalam kategori pelanggaran pidana Pemilu. Seperti diketahui, manipulasi DPT yang terjadi di Jatim dilakukan dengan cara merekayasa Nomor Induk Kependudukan (NIK). Manipulasi itu kemudian menghasilkan nama-nama pemilih fiktif, penghilangan nama dalam DPT yang sebenarnya, pemilih di bawah umur dan lain-lain. Rekayasa itu tidak mungkin hanya kelalaian, namun lebih kepada hasil rekayasa terstruktur, sistemik dan dilakukan dengan melibatkan oknum yang menguasai teknologi informasi (IT), serta memahami statistik.
Konfigurasi persaingan politik saat ini, memungkinkan DPT bermasalah rentan untuk dimanfaatkan sejumlah kelompok atau kandidat pada pemilu legislatif dan pilpres mendatang. Memang indikasi kecurangan dalam kasus DPT Jatim dan di daerah-daerah lain di Indonesia membawa dampak serius terhadap persiapan dan kesiapan demi suksesnya pencoblosan tanggal 9 April 2009. Sebagai langkah antisipatif, KPU harus mengambil langkah-langkah penyelesaian dengan turut melibatkan pula tim asistensi untuk memuktahirkan dan validasi daftar pemilih tetap (DPT). KPU juga harus mempublisir kondisi terakhir tingkat ketersediaan logistik di tingkat kabupaten/kota, dan memastikan semuanya tiba di tempat pemungutan suara (TPS) satu hari sebelum pemungutan suara. Pelaksanaan Pemilu Legislatif harus tepat waktu agar transisi kekuasaan bisa berjalan mulus.




Pesta demokrasi kali ini mungkin saja bisa berjalan sesuai jadwal yang sudah ditetapkan KPU yakni 9 April 2009, namun kualitasnya agak meragukan. Buruknya kualitas penyelenggaraan sudah tentu berimplikasi langsung pada out put-hasilnya. Para calon wakil rakyat yang keluar sebagai “pemenang” bisa saja meragukan secara kualitas dan integritas. Bisa kita bayangkan, apa yang terjadi pada bangsa ini bila dipercayakan kepada orang-orang yang tidak kredibel dan tidak kapabel. Oleh sebab itu, KPU dan KPUD harus segera memacu kinerja lebih intensif lagi untuk membereskan kekisruhan daftar DPT tersebut. Jangan sampai KPU sebagai “penyelenggara pesta demokrasi akbar ini justru menyimpan bom waktu yang bisa meledak sewaktu-waktu, karena taruhannya adalah nasib bangsa lima tahun mendatang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar